Mereka nampaknya tidak peduli apakah perusahaannya laba atau going concern (hidup berkelanjutan) sebagaimana cara generasi sebelumnya menjalankan perusahaan.
Mereka justru seolah sengaja menggerogoti perusahaannya sendiri dengan membukukan biaya-biaya tinggi : biaya perjalanan dinas, gaji bulanan, bonus, entertain, dan semacamnya.
Jadi seolah, "Biar saja perusahaan bankrut/ ambruk, nanti kita tinggal dirikan lagi perusahaan baru. Yang penting kita "amankan" dompet/ rekening pribadi kita."
Tentu saja ada kemungkinan ini jadi menyusahkan pegawai-pegawai di tingkat bawah (staf, dll) saat perusahaannya benar-benar ambruk : mereka jadi harus mencari pekerjaan baru. Tapi ada kemungkinan para pegawai ini diajak oleh si petinggi "ikut" ke perusahaan barunya kelak.
Mungkin zaman/ dunia usaha memang sudah berubah : persaingan terlalu berat untuk membuat perusahaan bertahan lama sebagaimana perusahaan-perusahaan di generasi sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar